Karakteristik drama realis adalah sesuatu yang tidak diperindah/diperburuk dari keadaan sebenarnya; menyampaikan kepermukaan tanpa harus menutupi kebenaran yang terjadi disekitarnya; menolak seni untuk seni karena visualisasi digunakan untuk kepentingan masyarakat. Selain itu drama realis juga menggunakan bentuk well made play yang ciri-cirinya adalah eksposisi secara jelas menggambarkan situasi dan watak tokoh; pengolahan situasi sangat cermat menuju peristiwa berikutnya; suspens muncul tak terduga dan berbalik menurut logika; plot berlangsung kontinyu dan memuncak; dan resolusi terjadi secara logis dan meyakinkan.
Sesuai dengan salah satu karakteristik drama realis, Naskah Durjana yang diterjemahkan sekaligus diadaptasi kedalam seni dan budaya masyarakat pantai Karawang oleh Abah Sarjang dari naskah Malam Jahanam Karya Motinggo Busye tidak memperindah maupun memperburuk sesuatu dari keadaan sebenarnya. Drama ini menceritakan perselingkuhan sebagaimana adanya pada masa naskah ini di tulis yaitu pada tahun 1950 an. Naskah ini menyampaikan perselingkuhan ini kepermukaan tanpa menutupi kebenaran yang terjadi disekitarnya. Penulis dengan jujur mengungkapkan bagaimana tanggapan masyarakat saat itu dan reaksi orang-orang yang berhubungan dengan perselingkuhan ini. Drama ini merupakan penggambaran keadaan nyata yang dapat diambil contoh bagi masyarakat. Penyebab dan dampak dari perselingkuhan Ijah dan Leman, kematian Mat Kontan Kecil yang tragis dan keegoisan Mat Kontan dapat dipelajari oleh masyarakat dan dipetik hikmat dan amanatnya. Dengan demikian drama Durjana dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.
Ini akan menjadi sebuah daya tarik magnetik ketika naskah diterjemahkan dalam bahasa sunda Karawangan yang kental dengan logat dan bahasa wewengkon Karawang yang majemuk tidak seperti bahasa sunda priangan yang terkesan priyayi, karena bahasa sunda Karawang khususnya didaerah pantai atau hilir yang sudah terjadi akulturasi bahasa dari berbagai bahasa menjadi satu padu dalam keseharian seperti bahasa sunda, jawa, arab, china dan belanda menjadi kesatuan gaya bahasa Karawang atau logat Karawang yang garihal, kasar, keras serta lantang dalam intonasi penekanan dialog-dialogna mencerminkan keteguhan prinsip seperti batu karang, kebesaran hati seluas samudra, serta keberanian dalam menghalau ombak, angin bahkan badai saat mereka pergi melaut untuk menghidupi keluarganya. Masyarakat Karawang pada jaman dulu sangat ramah tamah dan terbuka bagi siapapun pendatang khususnya yang singgah ke bumi Karawang melalui jalur laut dan bermukim dan menetap disepanjang pantai Karawang sehingga terjadi perbauran antara penduduk pribumi dan pendatang menjadi sebuah kesatuan kebudayaan khas Karawang di masyarakat pada masa lalu dan sampai saat ini masih terasa khasanah bahasa, seni dan budaya yang ada dimasyarakat pantai khususnya dan umumnya masyarakat Karawang.
Kekuatan seni dan budaya serta religiutas Karawang yang masih kental dan mampu bertahan sampai saat ini walaupun perkembangan dan hantaman budaya barat seakan memporak-porandakan kebudayaan Karawang. Kenyataan ini yang kami angkat dan suguhkan kepada masyarakat Karawang khususnya bagi pelajar dan umumnya masyarakat luas dalam sebuah pertunjukan teater modern. Berangkat dasar pemikiran di atas kami dari Komunitas Seniman Muda Karawang KOSIM yang bekerjasama dengan Teater Pelangi Karawang akan menggelar Pentas Teater Akhir Tahun drama sunda " Durjana ".